Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mbah Maridjan dipeluk Tuhan

Unik Sembarangan

Bagi setiap sahabat yang membekali diri dengan kepekaan mendalam, setiap saat alam dari segala penjuru sedang mengajarkan spiritualitas. Pohon, sungai, awan, bulan, matahari, semuanya sesungguhnya sedang mengajar. Makanya ada guru yang berpesan, jangan pernah tutup matamu, jangan pernah menjauhkan telingamu, karena dari segala penjuru alam sedang memberikan banyak sekali pelajaran.
Dalam spirit seperti ini, meletusnya Gunung Merapi 26-10-2010 sesungguhnya amat kaya dengan pesan. Dan diantara demikian banyak pesan yang mau disampaikan Merapi, yang paling menyentuh hati adalah cerita bahwa penjaga pintu Merapi Mbah Maridjan wafat dalam posisi bersujud.
Nyaris semua manusia menakuti dan membenci kematian. Sesuatu yang manusiawi tentunya. Tapi bagi pencari ke dalam diri yang penggaliannya sudah dalam mengagumkan, tidak ada guru simbolik yang lebih agung dari kematian. Karena ada kematian manusia mendidik diri untuk ikhlas dan jauh dari kecongkakan.
Dilihat dari perspektif ini, meletusnya Merapi kali ini sungguh membawa pesan-pesan keagungan!. Pertama, di zaman kita ini pernah lahir manusia dengan kualitas ketulusan, keiklasan, kepasrahan sesempurna Mbah Maridjan. Jenis manusia seperti ini tidak saja teramat langka di zaman ini, oleh sebagian orang malah disebut bodoh dan tolol.
Kedua, ketulusan, keikhlasan, kepasrahan dalam pelayanan sebagaimana pernah ditauladankan Mbah Maridjan, memang membawa beliau secara duniawi naik turun. Pernah dipuji dan disebut sakti, pernah menjadi model iklan sehingga fotonya muncul di mana-mana, pernah disebut polos dan lugu. Namun, kendati pernah dinaikkan dan pernah dicampakkan oleh gelombang kehidupan duniawi, Mbah Maridjan tidak bergeming sama sekali. Sebuah tanda kuat, kalau Mbah Maridjan adalah seorang penekun sejati.
Ketiga, apa pun yang terjadi (termasuk kematian menghadang di depan), Mbah Maridjan tidak mundur seinchi pun dari kecintaannya akan Merapi. Sebentuk cinta kasih sempurna yang tidak bersyarat. Sekali lagi, sebuah keteladanan yang teramat langka di zaman ini.
Di sebuah kesempatan YM Dalai Lama pernah ditanya  anak muda tentang Tuhan. Dengan tersenyum lembut penuh persahabatan pemenang hadiah Nobel perdamaian tahun 1989 ini berpesan: “Tuhan adalah cinta kasih yang tidak terbatas”. Bila ini acuan yang digunakan dalam memahami Tuhan, sungguh “Mbah Maridjan sudah dipeluk Tuhan”.
Boleh saja ada komentar miring dan negatif tentang Mbah Maridjan, tapi dalam pandangan mata spiritual -setidak-tidaknya pandangan mata spiritual saya yang sederhana ini - terang sekali terlihat, Mbah Maridjan adalah secercah cahaya (Nur) pengertian. Lebih dari sekadar menerangi kegelapan ketidakjernihan, kemarahan, kebencian, keserakahan, Nur yang dibawa Mbah Maridjan juga amat menggetarkan.
Terutama karena ada paduan sempurna antara ketulusan, keikhlasan, kepolosan di satu sisi, berjumpa dengan kasih sayang tidak terbatas di lain sisi. Demikian tidak terbatasnya kasih sayang Mbah Maridjan, bahkan di titik yang paling mengerikan bernama kematian pun masih ingat untuk berbagi kasih sayang dengan cara wafat dalam posisi bersujud. Sungguh, sebuah Nur yang mengagumkan sekaligus menggetarkan.
Setelah diterangi Nur yang pernah dibawa Mbah Maridjan, ke mana kehidupan kita akan diarahkan? Tiba-tiba saja terlintas pesan seorang guru: “Bila Anda hanya memiliki sebuah senapan, paling-paling Anda akan membunuh sejumlah burung. Tapi jika Anda memiliki sebuah pikiran picik, licik dan fanatik, Anda bisa membunuh semua orang”.
Sehingga di penghujung pesan akhir pekan ini, saya titip  Nur yang pernah dibawa Mbah Maridjan kepada semua sahabat. Tidak saja dengan menyebarkan pesan ini sebanyak-banyaknya, seluas-luasnya. Tetapi juga dengan belajar membuka pikiran bahwa tidak saja diri kita yang benar. Memperluas hati bahwa tidak saja kita yang mau bahagia. Di puncak pikiran yang terbuka, serta hati yang luas, tidak ada yang tersisa kecuali: “kerinduan untuk senantiasa berbagi kasih sayang”.
Semoga semua mahluk berbahagia!.

Posting Komentar untuk "Mbah Maridjan dipeluk Tuhan"